Teknik
Isolasi Danperbanyakan Agensia Hayati
BAKTERI
PELARUT POSPAT
Disusun oleh :
1.Ferdy Asdriawan A.P (
20110210016 )
2.Heny Alpandari (
20110210034 )
3.Fuad Anas( 20110210021 )
4.Dingga Hafizar (
20110210024 )
Program
Study Agroteknologi
Fakultas
Pertanian
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
2013
I.
Pendahuluan
Bakteri
pelarut fospat merupakan bakteri decomposer yang mengkonsumsi senyawa carbon
sederhana, seperti eksudat akar dan sisa tanaman. Melalui proses ini bakteri
mengkonversi energi dalam bahan organik tanah menjadi bentuk yang bermanfaat
untuk organisme tanah lain dalam rantai makanan tanah. Bakteri ini dapat
merombak pemcemar tanah, dapat menahan unsur hara di dalam selnya.
Mikroba
yang berperanan dalam pelarutan fospat adalah bakteri, jamur dan aktinomisetes.
Dari golongan bakteri antara lain: Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B.
licheniformis, B. polymixa, B. megatherium, Arthrobacter, Pseudomonas,
Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus dan Mycobacterium. Pseudomonas
merupakan salah satu genus dari Famili Pseudomonadaceae.
Bakteri
ini adalah bakteri aerob khemoorganotrof ,berbentuk batang lurus atau lengkung,
ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.1 1μm x 1.5- 4.0 μm, tidak membentuk spora dan
bereaksi negatif terhadap pewarnaan Gram.Di dalam tanah jumlahnya 3-15% dari
populasi bakteri. Pseudomonas terbagi atas grup, diantaranya adalah sub-grup
berpendarfluor (Fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine.
Kebolehan menghasilkan pigmen phenazine juga dijumpai pada kelompok tak
berpendarfluor yang disebut sebagai spesies Pseudomonas multivorans. Sehubungan
itu maka ada empat spesies dalam kelompok Fluorescent yaitu Pseudomonas
aeruginosa, P. fluorescent, P. putida, dan P. multivorans (Hasanudin,2003).
Aktivitas
bakteri pelarut posfat akan tinggi pada suhu 30oC – 40oC (bakteri mesophiles) ,
kadar garam tanah <>Struktur Tambahan Bakteri :
1.
Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis
bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya
tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas
polisakarida dan air.
2.
Flagelum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang
menonjol dari dinding sel
3.
Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol
dari dinding sel, pilus mirip dengan flagelum tetapi lebih pendek, kaku dan
berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada
bakteri gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek
daripada pilus.
4.
Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan
mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis.
Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis.
5.
Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis.
6.
Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram
positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi
kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik, dan
ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan
endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia.
Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri
baru.
Fospor merupakan
unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman
memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta
hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah
cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 –
0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah,2007).
Peranan P pada
tanaman penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar,
memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah,pembentukan bunga ,
buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Tanaman jagung
menghisap unsur P dalam bentuk ion sebanyak 17 kg/ha untuk menghasilkan berat
basah tanaman 4200 kg/ha (Premono,2002).
Fospor relatif tidak
mudah tercuci, tetapi karena pengaruh lingkungan maka statusnya dapat berubah
dari P yang tersedia bagi tanaman menjadi tidak tersedia, yaitu dalam bentuk
Ca-P, Mg-P, Al-P, Fe-P atau occluded-P.
Menurut Buntan (1992)
dalam aktivitasnya bakteri pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik
diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat,
malat, fumarat, tartarat dan alfa ketobutirat. Meningkatnya asam-asam organik
tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH, sehingga mengakibatkan pelarutan
P yang terikat oleh Ca.Penurunan pH juga disebabkan terbebasnya asam sitrat dan
nitrat pada oksidasi kemoautotropik sulfur dan amonium berturut-turut oleh
bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas. Reaksi pelarutan atau pelepasan P oleh
penurunan pH dan terdapatnya gugus karboksilat secara sederhana dapat
digambarkan sebagai berikut :
Ca10(PO4)6(OH)2 + 14H+ --> 10 Ca2+ + 6H2O + 6H2PO4-
OH OH
M- OH + R-COO- ---> M OH + H2PO4-
H2PO4 - OC-R
M = Al3+ atau Fe3+
Reaksi pengikatan P sebagai berikut :
Al + H2PO4 + 2 H2O --> Al(OH)2H2PO4 + 2 H+
Al(OH)3 + H2PO4 --> AL(OH)2H2PO4 + OH-
Ca(H2PO4) + CaCO3 --> Ca3(PO4)2 + 2CO2 +2H2O
Asam organik yang
dihasilkan bakteri pelarut posfat mampu meningkatkan ketersediaan P di dalam
tanah melalui beberapa mekanisme, diantara adalah : (a) anion organik bersaing
dengan orthofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif ;
(b) pelepasan orthofosfat dari ikatan logam P melalui pembentukan komplek logam
organik ; (c) modifikasi muatan tapak jerapan oleh ligan organik
(Elfianti,2005)
Asam sitrat dan
oksalat digolongkan sangat efektif dalam menurunkan retensi P dari kaolinit dan
gipsit, sedangkan asam malonat, tartarat dan malat berefektivitas sedang, asam
asetat dan suksinat digolongkan kurang efektif. Pada tanah vulkanik yang kaya
alovan asam-asam organik (benzoat, salisilat dan ptalat) tidak mampu menurunkan
retensi P. Havlin et al dalam Elfianti(2005) menjelaskan juga bahwa tanpa anion
organik maka Fe menjerap P dalam jumlah yang sangat banyak. Asam sitrat
menjerap Fe jauh lebih banyak dibanding tartarat, demikian pula dalam hal
mengurangi P terjerap. Tetapi jumlah Al yang diikat kedua asam tersebut tidak
berbeda. Asam asetat tidak efektif dalam menurunkan retensi, karena asetat
kurang kuat dalam membentuk komplek dengan Al maupun Fe.
Disamping
meningkatkan P tersedia, beberapa asam organik berbobot molekul rendah ini juga
dapat mengurangi daya racun Al yang dapat dipertukarkan (Al-dd). Kemampuan
detoksifikasi asam organik terhadap Al-dd dalam tiga kelompok yaitu kuat
(sitrat, oksalat, tartarat); sedang (malat, malonat, salisilat); dan lemah
(suksinat,laktat, asetat dan ptalat). Hasil penelitian Pramono et al.(1992)
menunjukkan bahwa bakteri pelarut posfat secara nyata mampu mengurangi Fe, Mn
dan Cu yang terserap oleh tanaman jagung yang ditanam pada tanah masam,
sehingga berada pada tingkat kandungan yang normal.
Terdapatnya asam-asam
organik sitrat, oksalat, malat, tartarat dan malonat di dalam tanah sangat
penting artinya dalam mengurangi pengikatan P oleh unsur-unsur penjerapnya dan
mengurangi daya racun aluminium pada tanah masam. Asam-asam organik yang
mempunyai berat molekul rendah meliputi: asam alifatik sederhana, asam amino
dan asam fenolik. Asam alifatik terdapat pada tanaman yang banyak mengandung
selulosa, asam amino dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung N (misalnya
legum), sedang asam fenolik dihasilkan dari tanaman golongan herba (berbatang
basah seperti bayam). Asam-asam organik tersebut antara lain: laktat, glikolat,
suksinat, alfa ketoglutarat, asetat, sitrat, malat, glukonat, oksalat, butirat
dan malonat akan terbentuk selama proses perombakan bahan organik oleh
mikrobia, merupakan bentuk antara (transisi). Meskipun jumlahnya sangat kecil
yaitu sekitar 10 mM, namun karena terus menerus terbentuk maka peranannya
menjadi penting. Sebagian besar asam tersebut merupakan asam lemah. Konsentrasi
yang agak besar dapat ditemukan pada mintakat (zone) tempat aktivitas mikrobia
tinggi seperti rhizosphere atau pada longgokan seresah tanaman yang sedang
mengalami proses perombakan. Lokasi keberadaan bakteri di daerah perakaran.
Urutan kemampuan asam
organik dalam melarutkan fosfat adalah: asam sitrat > asam oksalat = asam
tartrat= asam malat > asam laktat = asam format = asam asetat. Asam organik
yang membentuk komplek yang lebih mantap dengan kation logam akan lebih efektif
dalam melepas Ca, Al dan Fe mineral tanah sehingga akan melepas P yang lebih besar.
Demikian juga asam aromatik dapat melepas P lebih besar dibandingkan asam
alifatik.
Menurut Alexander
(1986) mikrobia dapat ditumbuhkan dalam media yang mengandung Ca3(PO4)2, FePO4,
AlPO4, apatit, batuan P dan komponen P-anorganik lainnya sebagai sumber P.
Sastro (2001) menunjukkan bahwa jamur Aspergilus niger dapat dipeletkan bersama
dengan serbuk batuan fosfat dan bahan organik membentuk pupuk batuan fosfat
yang telah mengandung jasad pelarut fosfat. Aspergillus niger tersebut dapat
bertahan hidup setelah masa simpan 90 hari dalam bentuk pelet.
Elfianti (2005)
menggunakan fosfobakteri galur fosfo 24, Bacillus substilis, Bacterium mycoides
dan Bacterium mesenterricus untuk melarutkan P organik (glisero fosfat,
lesitin, tepung tulang) dan P anorganik (Ca-p, Fe-P) yang dilakukan secara in
vitro. Hasilnya menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu melarutkan FePO4,
Ca3(PO4)2, gliserofosfat, lesitin dan tepung tulang berturut-turut sebayak 4,5
, 6, 8, 13 dan 14%. Banin (1982) memanfaatkan Bacillus sp dan dua galur
Bacillus firmus, yang menunjukkan bahwa ketiga bakteri tersebut masing-masing
hanya mampu melarutkan berturut-turut 0,3, 0,9 dan 0,3% dari senyawa Ca3(PO4)2
yang diberikan dan tidak mampu melarutkan ALPO4 dan FePO4.
Supadi (1962)
mengidentifikasikan beberapa bakteri pelarut P dari lapisan perakaran tanaman
jagung, mikrobia tersebut adalah Bacillus megaterium, Bacillus sp, Escherechia
freundii dan Escherechia intermedia. Bakteri tersebut dapat meningkatkan P
tersedia sebanyak 0,8 – 3,7 ppm pada tanah sterl dan 0,1 – 3,6 ppm pada tanah
steril.
Premono et al (1991)
yang menggunakan Pseudomonas putida, Citrobacter intermedium dan Serratia
mesenteroides, mendapatkan bahwa bakteri tersebut mampu meningkatkan P larut
yang ada dalam medium ALPO4 dan batuan fospat sebanyak 6-19 kali lipat, tetapi
tidak mampu melarutkan FePO4 . Selanjutnya Premono (1994) menunjukkan bahwa
Pseudomonas fluorescens dan P. Puptida mampu meningkatkan P terekstrak pada
tanah masam sampai 50%, sedangkan pada tanah bereaksi basa P . puptida mampu
meningkatkan P yang terekstrak sebesar 10%. Penelitian Buntan (1992)
memperlihatkan bahwa bakteri pelarut P (Pseudomonas puptida dan Enterobacter
gergoviae) mampu meningkatkan kelarutan P pada tanah ultisol. Hasil penelitian
Setiawati (1998) menunjukkan bahwa Pseudomonas fluorescens yang digunakan mampu
meningkatkan kelarutan P dari fospat alam dari 16,4 ppm menjadi 59,9 ppm,
meningkatkan kelarutan P dari ALPO4 dari 28,5 ppm menjadi 30,6 ppm dan
meningkatkan P tersedia tanah dari 17,7 ppm menjadi 34,8 ppm.
Ada beberapa metode
uji untuk memilih mikroba pelarut fosfat sebagai bahan aktif biofertilizer. Uji
pertama yang sering dilakukan adalah mengukur indek pelarutan fosfat dan
kemudian dilanjutkan dengan uji invitro. Bagian Pertama ini akan mejelaskan tentang
indek pelarutan fosfat.
Indek pelarutan
fosfat ini berdasarkan pada metode yang dijelaskan oleh Premono, Moawad, dan
Vlek (1996). Secara aseptis 1 ose (untuk bakteri) atau satu cuplikan kecil
dengan diameter 8 mm untuk fungi diinokulasikan ke atas media Pikovskaya.
Setiap perlakuan dilakukan dengan beberapa ulangan, minimal duplo. Isolat
diinkubasi selama beberapa hari. Indeks pelarutan fosfat adalah perbandingan
antara diameter zona jernih dibagi dengan diameter koloni.
III.
TEKNIK PRODUKSI INOKULASI
Mikroorganisme
pelarut fosfat dapat diisolasi dari tanah yang
kandungan fosfatnya rendah terutama
di sekitar perakaran tanaman, karena
bakteri ini menggunakan fosfat dalam jumlah sedikit dan mampu memanfaatkan fosfat tidak tersedia untuk
keperluan metabolismenya (Alexander,
1977). Di laboratorium, deteksi dan estimasi kemampuan mikroorganisme pelarut fosfat dilakukan
dengan mengunakan metode cawan petri.
Media selektif yang umum digunakan untuk mengisolasi dan memperbanyak organisme pelarut fosfat adalah
media agar Pikovskaya (Sundara Rao dan
Sinha, 1963) yang berwarna putih keruh, karena
mengandung P tidak larut seperti kalsium fosfat. Setelah inkubasi (48-72 jam), potensi mikroorganisme untuk melarutkan
fosfat tidak tersedia secara kualitatif dicirikan
oleh zona bening (halozone) di sekitar koloni
mikroorganisme yang tumbuh pada agar tikalsium fosfat sementara
mikroorganisme yang lain tidak menunjukkan ciri tersebut.
Sumber fosfat yang
dapat digunakan dalam medium agar antara lain
Ca(PO4), FePO4,AlPO4, apatit, fosfat alam, atau senyawa fosfat tidak
larut yang lainnya sebagai satu-satunya sumber fosfat misalnya Ca3(PO4)2yang
disuspensikan ke dalam medium agar.Kemampuan tiap mikroorganisme pelarut
fosfat tumbuh dan melarutkan fosfat berbeda-beda (Tabel 1) yang diidentifikasi dari waktu terbentuk dan luas halozone. Mikroorganisme pelarut fosfat yang unggul akan me nghasilkan
diameter halozone yang paling besar
dibandingkan dengan koloni yang lainnya.
Kemampuan bakteri dan fungi pelarut P dalam melarutkan P berbeda-beda tergantung jenis strain (Gunadi dan Saraswati, 1993; Gunadi et al., 1993). Untuk mengukur kemampuan
kuantitatif pelarutan fosfat dari mikroorganisme, dilakukan dengan cara
menumbuhkan biakan murni mikroorganisme tersebut pada media cair Pikovskaya.
Sumber fosfat Ca3(PO4)2 dapat diganti
dengan fosfat alam atau senyawa fosfat tidak larut lainnya. Medium disterilisasi dalam autoklaf
dan kemudian diisolasi dengan mikroorganisme pelarut fosfat. Selanjut nya
biakan tersebut diinkubasi selama 3-7
hari. Kandungan P terlarut media cair tersebut diukur dengan menggunakan metode
spektofotometer.
Untuk memproduksi
inokulan dibutuhkan bahan pembawa yang
mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme pelarut fosfat. Beberapa bahan pembawa yang
telah diuji antara lain tanah tanah mineral, gambut, zeolit, batu bara,
bentonit, vermikulit, dan perlit.
Fosfobakterin yang dikomersialkan di negara Rusia menggunakan kaolin yang membawa 7 juta spora bakteri Bacillus megaterium varietas phosphaticum
setiap gram kaolin. Dari berbagai bahan pembawa yang telah diuji, saat
ini gambut merupakan bahan pembawa yang paling banyak digunakan untuk memproduksi inokulan. Namun
demikian, bahan pembawa gambut bukan
berarti tidak mempunyai masalah, karena beberapa jenis gambut dapat menghambat pertumbuhan strain
rhizobia tertentu.
Dari hasil penelitian
Premono dan Widiastuti (1994) media
pembawa kompos-zeolit (9:1, v/v) yang
disimpan pada suhu 28 0 C merupakan bahan
pembawa yang terbaik. Medium kompos lebih baik dibandingkan gambut dalam mempertahankan populasi P. putida , dan penambahan zeolit menjadikan medium pembawa ters ebut semakin
baik karena zeolit mempunyai sifat
khusus yaitu mempunyai kisi-kisi yang saling berhubungan dan mempunyai kapasitas menahan zat alir yang
tinggi (Mumpton, 1984). Pemberian
inokulan pelarut fosfat pada tanaman biasanya harus dengan kepadatan yang tinggi, yaitu lebih
dari 10 8 sel gram -1 media pembawanya.
Dengan kepadatan yang tinggi diharapkan mikroorganisme pelarut fosfat yang diberikan tersebut dapat
bersaing dengan mikroorganisme yang ada
di dalam tanah. Dengan demikian mampu mendominasi di sekitar perakaran tanaman.
IV.
Kesimpulan
1.
Jenis-jenis bakteri pelarut posfat:
Bacillus substilis, Bacterium mycoides, Bacterium mesenterricus,Bacillus
firmus, Bacillus megaterium, Escherechia freundii, Escherechia intermedia
Pseudomonas putida, Citrobacter intermedium , Serratia mesenteroides
Pseudomonas fluorescens, dan Enterobacter gergovia
2.
Pemberian Bakteri Pelarut Posfat
menghasilkan asam organik yang dapat meningkatkan ketersediaan P dan
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk Fosfat.
3.
Untuk memproduksi inokulan dibutuhkan
bahan pembawa yang mampu mendukung
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme
pelarut fosfat, antara lain tanah tanah mineral, gambut, zeolit, batu
bara, bentonit, vermikulit, dan perlit
V.
Daftar Pustaka
¨
Buntan,A.1992. Efektivitas Bakteri
Pelarut Fospat dan Kompos terhadap Peningkatan Serapan P dan Efisiensi
Pemupukan P pada Tanaman Jagung IPB Bogor. Diakses tanggal 1 maret 2013
¨
Hasanudin.2003.Peningkatan Kesuburan
Tanah dan Hasil Kedelai akibat inokulasi Mikrobia Pelarut Fospat dan
Azotobacter pada Ultisol.Faperta Universitas Bengkulu. Diakses tanggal 1 maret
2013
¨
Elfiati,D.2005. Peranan Mikroba Pelarut
P terhadap Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertanian USU.Medan. Diakses tanggal 1
maret 2013
¨
Hasanudin dan Ganggo, B. 2004.
Pemanfaatan mikrobia pelarut fospat dan mikoriza untuk perbaikan fospor
tersedia, serapan fospor tanah ultisol dan hasil jagung. Universitas Bengkulu.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 6(1) : 8-13. Diakses tanggal 1 maret 2013
¨
Anonim, 2011. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/pupuk/pupuk7.pdf.
Diakses tanggal 1 maret 2013
Tiada ulasan:
Catat Ulasan